Monday, June 6, 2016

Semua Berawal dari Rasa Ingin Tahu



Tahun 2015 adalah tahun istimewa bagi saya. Di tahun ini saya diberikan tugas untuk mengajar bahasa dan sastra bahasa Inggris. Dalam kurun waktu 16 tahun, baru tahun ini saya mendapatkan tugas mengajar bahasa dan sastra. Kata 'sastra' ini yang memberikan rasa kaget, bingung dan tidak tahu apa yang harus saya ajar saat di kelas. Maklum, dulu saya kuliah sangat sedikit materi tentang sastra. Itupun dengan dosen yang 'sastrawan'. Sungguh suatu hal yang sangat memberikan sedikit ' shocked'. Haruskah saya mempelajari dan mengajarkan tentang karya William Shakespeare, Charles Dickens, ataupun penyair dan penulis dunia. 

Mulailah saya mencari tahu apa itu subyek bahasa dan sastra bahasa Inggris. Saya mulai dengan membaca kurikulum, silabus dari kurikulum nasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Saya mencoba memahami dengan kesungguhan dan dengan teliti. Ternyata silabus yang ada tidak berbeda jauh dengan kurikulum terdahulu. Dalam pikiran saya, tentu ada yang berbeda. Saya coba mengutak atik dan berpikir kembali apa itu bahasa dan sastra Inggris itu. 

Aha....saya mencari makna literature di kamus. Maknanya adalah membaca dan menulis. Dari dua hal tersebut, saya memulai aktifitas di kelas. Saya mulai berpikir bagaimana mengawalinya. Asumsi saya para siswa jarang membaca baik di rumah maupun sekolah. Mereka membaca di sekolah hanya karena untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Setelah itu mereka akan lupakan. Saya juga melakukan survey kecil-kecilan tentang kondisi yang terjadi di sekolah maupun di rumah. Dua diantaranya aktifitas siswa di rumah mayoritas adalah menonton tv atau main game. Di sekolah, bagaimana dengan nasib buku pelajaran? Ternyata banyak yang mengaku bukunya masih rapi dan bahkan masih dalam plastik. Olala....ternyata ini yang terjadi dengan murid saya, bahkan mungkin juga dengan anak-anak lain di seluruh Indonesia.

Langkah selanjutnya adalah saya mengajak siswa ke perpustakaan. Alhamdulillah perpustakaan sekolah kami mendapatkan juara I tingkat DKI Jakarta. Mereka suka untuk belajar di perpustakaan karena tempatnya nyaman. Saya coba mengawali dengan tujuan mereka setelah lulus dari SMA. Mereka ingin mengambil jurusan apa dan universitas dimana. Ada yang ingin belajar Teknik Industri, Kedokteran, Teknik Perminyakan, Teknik Geodesi, Filosofi, ataupun Ekonomi. Berawal dari sinilah mereka membaca. Saya minta mereka mencari materi di ensiklopedia tentang materi yang ingin mereka kuasai di jenjang pendidikan selanjutnya. 

Saya pun terhenyak! Diawal saya tidak yakin bahwa mereka suka membaca ensiklopedia. Buku-buku yang tidak pernah mereka buka selama ini, mereka temukan di ensiklopedia. Mereka asyik membaca, berlanjut pada diskusi dan saling memberi. Ah betapa indahnya melihat mereka belajar. Sungguh suatu hal yang bukan hanya memberikan semangat kepada kita sebagai pengajar didalamnya.

Mulailah ide gila saya munculkan. Saya membuat rencana bahwa kelas bahasa dan sastra harus menghasilkan tulisan yang sesuai dengan kesukaan para siswa itu sendiri untuk membaca dan berbagi bersama. Meskipun sedikit ragu, tetap saya mencoba untuk melaksanakan ide gila tersebut.

Setelah membaca ensiklopedia, para siswa ini menulis rangkumannya. Meski terlihat mudah dan sudah biasa, ternyata inipun tidak mudah bagi siswa. Mereka masih memerlukan bimbingan untuk mengoptimalkan membuat rangkuman. Suatu hal yang mungkin baru pertama kali dilakukan oleh siswa. Dalam bahasa Inggris nya rangkuman ini disebut dengan summary.

Tidak mudah untuk memotivasi siswa untuk menulis rangkuman. Bahkan ada beberapa siswa protes 'kok seperti anak SD'. Saya sampaikan bahwa keterampilan merangkum itu harus terus dilakukan karena ini penting untuk menyiapkan diri menuju pendidikan tinggi. Karena jarang merangkum banyak mahasiswa Indonesia perlu mengulang kelas menulis atau kembali ke kelas dasar. Akhirnya mereka dapat memahami dan mengerjakan apa yang perlu dan harus dikerjakan.

Sambil menunggu dan memantau pekerjaan mereka, mulailah pikiran saya melayang. Angan saya melompat dan membayangkan mereka akan diajar oleh dosen dosen baik di dalam dan luar negeri. Dan dosen tersebut bertanya, 'Anda dulu sekolah dimana? Kok anda sudah paham sekali dengan materi ini?' Para siswa pun menjawab, 'Saya sekolah di SMA Labschool Jakarta Pak', mereka menjawab dengan bangganya.

Semoga apa yang kita sampaikan kepada siswa kita bermanfaat untuk masa depannya. 

 


Monday, January 25, 2016

Menulis 15 Menit

 

Mengapa menulis pekerjaan yang paling sulit dilakukan? Lain dengan kemampuan berbicara yang jauh lebih mudah daripada menulis. Beberapa orang menyampaikan pendapatnya bahwa menulis sulit karena memerlukan pemikiran yang lebih mendalam, menulis memerlukan kemampuan menganalisis suatu masalah dan pemecahannya, menulis memerlukan waktu lebih banyak, dan menulis memerlukan waktu untuk membaca.

Sebelum kita menjawab pertanyaan diatas, perlu kita kilas balik kembali bahwa memang benar keterampilan menulis adalah keterampilan bahasa yang paling sulit dikuasai dikarenakan beberapa aspek. Aspek internal adalah aspek membaca oleh orang tua kita. Hal ini sangat memengaruhi pola pikir kita. Ini perbedaan mendasar saat kecil atau balita,saat akan tidur di pok-pok oleh orang tua kita, atau diceritakan secara lisan oleh ibu atau ayah kita. sedangkan orang tua di belahan dunia yang lain, membacakan cerita 5 menit atau 10 menit setiap hari atau membacakan cerita saat menidurkan anak-anaknya. Perlu diketahui bahwa pada saat akan tidur, anak-anak dalam kondisi teta, dimana pada saat ini otak sedang sangat baik dalam menerima masukan.  Maka membacakan cerita pada anak sangat baik diwaktu seperti ini.

Aspek internal yang lain adalah pada saat usia sekolah SD-SMA atau bahkan kuliah, guru tidak memberikan waktu untuk membaca. Kita perhatikan, guru saat masuk kelas, langsung menjelaskan materi, selanjutnya  memberikan tugas-tugas yang harus diselesaikan dan dikumpulkan. Pembiasaan-pembiasaan ini yang belum bisa mengoptimalkan potensi anak dalam berkreasi menulis. Belum lagi dengan ujian ujian pilihan ganda yang jelas tidak memberikan ruang untuk menuliskan dan berkreasi dengan kalimat-kalimat yang perlu digairahkan oleh pendidik di masa sekarang ini. Potensi anak didik ditutup dengan pilihan yang belum pasti anak pun tahu dan paham atas pertanyaan yang diberikan.

Aspek eksternal adalah kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum memihak kepada kreatifitas diri anak didik. Kebijakan yang perlu diterapkan secara riil dan menyeluruh serta dilakukan secara serempak di seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia. Selanjutnya  adalah pandangan masyarakat yang melihat orang membaca adalah orang yang aneh, orang yang mempunyai dunia sendiri, orang yang suka menyendiri dan sebagainya sebagainya. Inilah budaya yang perlu diubah dengan pembiasaan dari keluarga serta didukung oleh kebijakan pemerintah melalui jalur pendidikan.

Keterampilan menulis adalah salah satu budaya berliterasi dan keterampilan ini perlu dibangkitkan  sedari kecil dan menjadi pembiasaan yang harus terus digelorakan oleh berbagai elemen masyarakat Indonesia. Jika ada membaca 15 menit setiap hari, maka perlu dimulai gerakan 15 menit menulis. Dengan demikian kita membiasakan masyarakat dengan budaya literasi yang lengkap, tidak setengah-setengah. Dilanjutkan dengan berliterasi berbicara sehingga akan diperoleh budaya literasi yang seimbang dan menjadikan masyarakat modern yang mendokumentasikan apa saja yang dibaca, menuliskan apa saja yang ada di dalam kepala, dan menyampaikan dengan benar dan seimbang dengan berbicara.


Monday, January 4, 2016

Membaca Tanda Tubuh



Tidak semua manusia dilahirkan dengan kesehatan yang sempurna. Kita bisa membaca banyak berita baik di koran, radio atau televisi, banyak bayi yang baru lahir menderita sakit. Ada juga saat balita, kita juga mengalami sakit dari sakit batuk, pilek ataupun mungkin sedikit serius atau sangat serius. Demikian juga saat remaja ataupun saat menjelang tua. Ada saja rasa sakit mendera tubuh kita.

Ada saatnya kita membaca tanda tubuh kita. Disaat kurang nyaman dengan tubuh kita sendiri, kita akan merasakan meriang, rasa sakit ataupun tanda-tanda tubuh yang menandakan kurang sehat. Muka pucat, mata tidak bersinar, bibir pecah-pecah ataupun rasa sakit yang tidak terlihat seperti sakit gigi, kepala pusing ataupun sakit perut melilit. 

Perlunya membaca tanda tubuh ini. Disaat tubuh lemah, disaat tubuh memerlukan waktu istirahat, disaat tubuh memerlukan hak untuk menyembuhkan diri, kita berikan hak-hal ini pada tubuh kita. Membaca tanda tubuh untuk tetap sehat sehingga kita pun dapat berkarya dengan sempurna.

Membaca tanda tubuh memerlukan waktu dan pikiran untuk memperhatikan apa yang terjadi dengan tubuh kita. Sering juga kita mengabaikan hal ini karena merasa kuat, bukan masalah besar, ataupun juga dikuatkan karena dikejar waktu untuk menyelesaikan sesuatu hal. Akhirnya tubuh kita pun menyerah bahkan tidak dapat mentolerir lagi kondisi sakit yang amat sangat.

Jika sudah demikian, maka kita pun memerlukan dokter dan profesi lain untuk membaca tanda tubuh ini, yaitu dokter membaca tanda-tandanya dengan cara memeriksa tubuh kita dan mengenal tanda-tanda yang muncul baik terlihat maupun tidak terlihat dengan mata. Maka diperlukan bantuan laboratorium untuk melihat apa yang terjadi dengan tubuh kita. Dengan demikian hasil membaca tanda tubuh oleh dokter akan bertambah akurat dengan dibantu dengan hasil laboratorium tersebut.

Membaca tanda tubuh memerlukan ilmu. dan ilmu itu diperoleh dari membaca buku, membaca apa yang terjadi dengan tubuh kita, sekitar kita. Maka tidak ada jalan lain untuk menambah pengetahuan yaitu membaca.